Sebelumnya saya tidak pernah berpikir bahwa keramahan bisa disalah artikan begitu jauhnya. Sebagai orang yang lahir dan dibesarkan di Indonesia, tepatnya di tanah Sunda, keramahan adalah suatu hal yang sudah diajarkan sejak dini. Dari kecil saya diajarkan untuk selalu menghormati orang lain terutama yang lebih tua, menghargai sesama dan tidak boleh lupa untuk selalu memberikan senyuman kepada setiap orang yang saya temui.
Senyum adalah ibadah, inilah yang selalu saya ingat di dalam pikiran saya. Ketika senyuman kita bisa memberikan keceriaan, ketenangan dan ketentraman untuk orang-orang di sekitar kita. Karena itu sejak kecil saya belajar untuk selalu tersenyum dan bersikap ramah dengan orang-orang yang saya temui. Memang tidak bisa dipungkiri, sebagai manusia biasa ada kalanya saya sedang tidak ingin tersenyum karena sedih. Ada kalanya saya hanya ingin diam dan tak berekspresi. Tapi saya selalu berusaha untuk menekan semua itu apabila saya sedang berada di tempat umum.
Namun beberapa kejadian yang saya alami belakangan ini, mulai mengusik dan menyadarkan saya sampai akhirnya saya bertanya pada diri sendiri, apakah selama ini keramahan yang saya berikan itu menjadi terlalu berlebihan atau orang yang saya beri keramahan ini menanggapinya dengan salah? Apakah keramahan yang memang menjadi ciri khas bangsa Indonesia sudah menjadi barang yang eksklusif sehingga apabila ada yang melakukannya lalu disalah artikan? Saya mencoba merenung dan mengingat kembali beberapa kejadian yang saya alami.